Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki luas wilayah hampir 2 juta Km2, membentang dari ujung barat (Sabang) ke ujung timur (Merauke) dan dari ujung Selatan (Rote) hingga ujung utara (Miangas), merupakan sekumpulan pulau yang jumlahnya mencapai ratusan. Maka bisa dipahami jika republik ini dihuni oleh banyak suku bangsa, hingga memiliki ratusan bahasa yang berbeda. Bahkan sempat punya banyak cara menuliskan bahasanya dalam berbagai bentuk aksara-nya masing-masing, sebelum akhirnya tersepakati sejak era awal terbentuknya NKRI, tulisan resmi yang diakui oleh negara adalah Aksara Roman atau biasa orang indonesia menyebutnya sebagai aksara latin. Meskipun sebagian masyarakat indonesia juga ada yang menggunakan aksara yang akarnya berasal dari aksara arab untuk menuliskan berbagai bahasa di beberapa daerah di indonesia. Juga masih ada yang menulis bahasanya menggunakan aksara lain yang sebenarnya pada ratusan tahun lalu merupakan aksara-aksara yang lazim digunakan oleh para intelektual masyarakat pada masanya.
Aksara-aksara tersebut dianggap oleh sebagian orang sebagai sebuah karya yang memiliki nilai seni visual yang menarik, terlebih saat tertuang dalam bentuk kaligrafi. Selain Aksara Roman (Latin) dan Aksara : Pegon, Arabic Jawi, Buli Wolio, serta Serang (keempatnya berakar pada aksara arab), juga ada aksara: Jawa, Sunda, Bali, Lontaraq, Batak, Rejang, Kawi, dan lain-lain yang memiliki nilai keindahannya masing-masing.
Maka melalui Gerakan Nusantara Online, kami coba bekerjasama dengan para kreator kaligrafi aksara-aksara yang masih digunakan tersebut. Untuk diperkenalkan, paling tidak eksistensinya melalui media digital.
Bagi Aksara Latin & yang berbasis aksara arab, persoalan eksistensi tentu bukan masalah, karena masyarakat dunia masih banyak yang bisa mengenalinya. Tapi bagi berbagai aksara seperti Aksara Kawi, Jawa, Sunda, Bali, Lontaraq, Batak, Rejang dan masih banyak lagi lainnya yang sesungguhnya lahir di wilayah yang sekarang bernama indonesia, perlu banyak wadah yang disediakan, demi mengekspresikan keberadaannya.
Gerakan Nusantara Online memiliki misi untuk ikut mebangun komunitas penggemar NFT. Hadirnya marketplace NFT diharapkan bisa jadi salah satu cara bagi karya seni kaligrafi aksara nusantara dengan berbagai temanya yang beragam untuk disuguhkan dan dipasarkan pada pasar NFT lokal dan global, melalui marketplace yang akan kami bangun atau yang dibangun oleh banyak pihak di seluruh dunia. Sehingga karya-karya tersebut punya peluang untuk memiliki nilai ekonomi sebagaimana layaknya sebuah karya seni yang terlindungi secara universal melalui Hak Kekayaan Intelektual.
Kreator: Gagah Suasawan

Moses
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Jawa yang bermakna: “Sepuluh Perintah Tuhan Kepada Umat Manusia Melalui Moses“

Jesus
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Jawa yang bermakna: “Malam Kudus Sunyi Senyap“
Kreator: Ki Basajan

Macan Sunda
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Sunda yang bermakna : “Jati diri orang sunda pewaris Dinasti Pajajaran“

Nyanyian Pilu
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Carakan Sunda.

Mawas Diri
Kaligrafi ini menggunakan kombinasi aksara Carakan Sunda, Sunda Kuno & Kawi yang bermakna : “Perenungan Atas Daya & Upaya“
Kreator: Edi Dolan

Banteng vs Harimau
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Sunda yang bermakna : “Jati diri orang sunda pewaris Dinasti Pajajaran“

Isaac Newton
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Kawi, yang bermakna sebuah kesimpulan dari Isaac Newton yanh menyatakan : “Percepatan sebuah obyek setara dengan jumlah gaya yang bekerja pada obyek tersebut, dibagi massa obyek“
Kreator: Arif Budiarto

Kresna
Kaligrafi ini menggunakan Aksara Jawa yang bermakna: “Harus selalu ingat dan waspada“

Kupu-kupu
Kalihrafi ini dibuat menggunakan Aksara Jawa.

Burung Dara
Kaligrafi ini dibuat menggunakan Aksara Jawa.

Burung Gereja
Kaligrafi ini dibuat menggunakan Aksara Jawa.

Burung Merak
Kalihrafi ini dibuat menggunakan Aksara Jawa.